>
Artikel Lainnya
Showing posts with label Seks Dalam Islam. Show all posts
Showing posts with label Seks Dalam Islam. Show all posts

Pemanasan Sebelum Jima

Adab 'Pemanasan' Sebelum Jima' Berdasarkan Hadist Nabi

#Jima’ adalah kebutuhan #suami #istri, bukan hanya salah satunya. #Kepuasan dalam #jima’ juga hak keduanya, bukan hanya milik suami. Mengingat kaum wanita umumnya lebih ‘dingin’ dan lama dalam proses pendakian menuju puncak, Islam mengajarkan para suami untuk tidak langsung memulai jima’ sebelum melakukan pemanasan.

Sedikitnya ada tiga langkah pemanasan yang bersumber dari #hadits:

1. Kata-kata mesra

  “Janganlah salah seorang dari kalian menjima’ istrinya seperti binatang ternak mendatangi pasangannya. Tetapi hendaklah ada ar rasuul antara keduanya.” Ditanyakan kepada beliau, “Apakah ar rasuul itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ciuman dan kalimat-kalimat obrolan (mesra)” (HR. Ad Dailami)


Sebelum melakukan jima’, dahuluilah dengan kata-kata romantis. Kata-kata yang mesra. Rasulullah, di hari-hari biasa saja memanggil Aisyah dengan humaira, yang pipinya kemerahan. Betapa beliau sangat romantis, apalagi ketika hendak ‘bercinta’ bersama istri.

Kata-kata romantis dan mesra ini yang pertama akan mencairkan suasana dan membuat rileks. Tingkatan kata-kata yang lebih mesra selanjutnya akan membuat tubuh yang rileks mulai ‘memanas’ serasa dipanggil untuk tidak hanya bermain kata.

2. Ciuman

  Kamar Pengantin“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu,” (HR. Tirmidzi)


Jika kata-kata melahirkan imajinasi dan emosi, maka ciuman lebih ‘terasa’ bagi istri. Detak jantung menjadi lebih cepat, nafas menjadi tak teratur, dan hasrat jima’ pun mulai timbul.

Dalam bab ini, ciuman tidaklah sebatas bibir bertemu bibir.

3. Sentuhan

Jika kata-kata mesra adalah pemanasan dengan ucapan dan ciuman adalah pemanasan dengan bibir, pemanasan yang lainnya adalah dengan tangan; sentuhan.


Imam Abu Hanifah ditanya oleh muridnya tentang suami yang memegang kemaluan istrinya atau istri memegang kemaluan suaminya (sebagai pendahuluan jima’), beliau menjawab, “Tidak masalah, bahkan saya berharap ini akan memperbesar pahalanya.” (Tabyin al-Haqaiq).

Demikian 3 Langkah ‘Pemanasan’ dari Hadits Nabi. Langkah kedua dan ketiga tidak harus berurutan. Wallahu a’lam bish shawab.

Tata Cara Jima' atau Bersenggama Menurut Islam


Islam adalah agama yang mulia dan memuliakan. Ia menjunjung tinggi akhlak dan etika. Setiap perbuatan baik di dalam Islam, pastilah ada tuntunan adabnya. Demikian pula dengan jima’.

Adab di dalam jima’ bukan hanya membuat hubungan suami istri lebih intim, tetapi juga menjadikan kenikmatan dunia itu sebagai ladang pahala. Menjalankan adab-adab jima’ bukan hanya membawa kebahagiaan bagi suami dan istri, tetapi juga mendatangkan keberkahan bagi keluarga dan keturunan yang ditakdirkan Allah lahir dari proses tersebut.

Berikut ini 10 tatacara jima’ / Bersenggama suami istri Berdasarkan Islam:
Ilustrasi kamar suami sitri (foto designiteriorarticle.com)
1. Bersih Diri dan berwudhu
Mengkondisikan tubuh bersih (dengan mandi dan gosok gigi) adalah bagian dari adab jima’ sekaligus membuat suami atau istri lebih tertarik. Sebaliknya, tubuh yang tidak bersih cenderung mengganggu dan menurunkan daya tarik.

Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab, “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

2. Memakai parfum/wewangian
Wewangian adalah salah satu sunnah Nabi. Beliau bersabda: “Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi).

Bagi istri, memakai parfum/wewangian yang dianjurkan adalah saat-saat seperti ini, bukan pada waktu keluar rumah yang justru dilarang Rasulullah.

“Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya maka dia seorang pezina” (HR Ahmad)

Yang perlu diperhatikan di sini ialah, aroma atau jenis wewangian yang dipakai hendaknya yang disukai suami atau istri. Sebab, ada suami atau istri yang tidak menyukai aroma wewangian tertentu. Wewangian yang tepat membuat hasrat suami atau istri semakin meningkat.

3. Shalat dua raka’at
Adab ini terutama bagi pengantin baru. Sebagaimana atsar Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu yang menasehati pengantin baru agar mengajak istrinya shalat dua raka’at terlebih dahulu ketika memulai malam pertama.

4. Berdandan dan berpakaian yang disukai suami atau istri
Adakalanya istri malu memakai pakaian minim yang disukai suaminya. Padahal dalam sebuah hadits disebutkan “Sebaik-baik istri kalian adalah yang pandai menjaga diri lagi pandai membangkitkan syahwat. Yakni keras menjaga kehormatan dirinya lagi pandai membangkitkan syahwat suaminya.” (HR. Ad Dailami).

Senada dengan hadits itu, Muhammad Al Baqir, cicit Husain bin Ali menjelaskan: “Sebaik-baik wanita diantara kalian adalah yang membuang perisai malu ketika menanggalkan pakaian di hadapan suaminya dan memasang perisai malu ketika ia berpakaian kembali.”

Hadits dan maqalah ini juga menjadi dalil bahwa di dalam jima’, suami istri boleh menanggalkan pakaian dan tidak haram melihat aurat masing-masing.

5. Jima’ di tempat tertutup
Islam mengatur kehidupan umat manusia agar kehormatan dan kemuliaannya terjaga. Demikian pula dengan jima’. Ia harus dilakukan di tempat tertutup, tidak diketahui oleh orang lain meskipun ia adalah anak atau keluarga sendiri. Karenanya saat anak berumur 10 tahun, Islam mensyariatkan untuk memisahkan kamar anak-anak. Kamar anak laki-laki terpisah dari kamar anak perempuan.

Bagaimana jika anak masih kecil dan tidurnya bersama orang tua? Pastikan ia tidak melihat aktifitas suami istri tersebut. Caranya bisa Anda berdua yang pindah kamar.

6. Berdoa sebelum jima’
Yakni membaca doa:


بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Dengan Nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari syetan, dan jauhkan syetan agar tidak mengganggu apa (anak) yang Engkau rezekikan kepada kami” (HR. Bukhari dan Muslim)


7. Melakukan mubasharah, ar rasuul, foreplay, atau pemanasan
Hendaknya suami tidak langsung ke inti, tetapi ada mubasharah/ar rasuul/ foreplay terlebih dulu.

“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu,” (HR. Tirmidzi)

Ada tiga langkah foreplay atau pemanasan sebelum berjima' yang bersumber dari hadits Nabi. Selengkapnya bisa dibaca di sini.

8. Membawa ke puncak, saling memberi hak
“Apabila salah seorang diantara kamu menjima’ istrinya, hendaklah ia menyempurnakan hajat istrinya. Jika ia mendahului istrinya, maka janganlah ia tergesa meninggalkannya.” (HR. Abu Ya’la)

9. Mencuci kemaluan dan berwudhu jika mau mengulangi
“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulanginya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim)

10. Mandi besar (janabat) setelah jima’

Demikian 10 Adab tata cara Jima’ atau bersenggama | Berhubungan Intim menurut Islam yang disarikan dari berbagai sumber,

---= Silahkan di Share dan Memberi Manfaat buat semua Sahabat Muslimah =---

Batasan Mencumbu Istri ketika Puasa

berhubungan suami istri

Mencumbu Istri

Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum
Ustadz, apa batasan bercumbu dengan istri ketika berpuasa?

Jawaban:
Wa’alaikumussalam

Boleh mencumbu istri ketika sedang puasa, dengan syarat aman dari keluar mani.

Di antara dalilnya:
Pertama, dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
كان رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وهُو صَائِمٌ وَيُباشِر وَهُو صَائِمٌ ولَكِنَّه كَان أَملَكَكُم لأَرَبِه
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium dan bercumbu dengan istrinya ketika puasa, namun beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Kedua, dalam riwayat yang lain, Aisyah juga mengatakan:
كان رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُني وهُو صَائِمٌ وأنا صائمة
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menciumku ketika beliau sedang berpuasa dan aku juga berpuasa.” (Abu Daud dengan sanad sesuai syarat Bukhari)
Ketiga, Dalam hadis Ummu Salamah juga menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenciumnya ketika beliau sedang puasa (HR. Bukhari)
Sementara syarat tidak boleh keluar mani adalah hadis yang menyebutkan keutamaan puasa. Dalam hadis tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sifat orang yang berpuasa, dia tinggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya, dalam hadis qudsi tersebut Allah berfirman:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ: فَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَّا الصِّيَامَ هُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، إِنَّهُ يَتْرُكُ الطَّعَامَ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي
“Semua amal Ibnu Adam itu miliknya, dan setiap ketaatan dilipatkan sepuluh kali sampai 700 kali. Kecuali puasa, yang itu milik-Ku dan aku sendirilah yang akan membalasnya. Dia tinggalkan makanan dan syahwatnya karena-Ku.” (HR. Ad-Darimi, At-Thabrani, Ibnu Khuzaimah, dll)
Allah sifati orang yang berpuasa adalah orang yang meninggalkan syahwatnya. Artinya jika dia sampai keluar mani ketika mencumbu istrinya maka dia telah menunaikan syahwatnya, sehingga puasanya batal.
Semakna dengan hadis ini adalah riwayat dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma bahwa Umar bin Khothab radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
هَشَشتُ يَوْمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ
“Suatu hari nafsuku bergejolak maka aku-pun mencium (istriku) padahal aku puasa, kemudian aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata: Aku telah melakukan perbuatan yang berbahaya pada hari ini, aku mencium sedangkan aku puasa. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتُ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ
Apa pendapatmu kalau kamu berkumur dengan air padahal kamu puasa?” Aku jawab: Boleh. Kemudian Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Lalu kenapa mencium bisa membatalkan puasa?” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib Al Arnauth)
Dalam hadis Umar di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meng-qiyaskan (analogi) antara bercumbu dengan berkumur. Keduanya sama-sama rentan dengan pembatal puasa. Ketika berkumur, orang sangat dekat dengan menelan air. Namun selama dia tidak menelan air maka puasanya tidak batal. Sama halnya dengan bercumbu. Suami sangat dekat dengan keluarnya mani. Namun selama tidak keluar mani maka tidak batal puasanya.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Pergaulan Bebas Remaja Masa Kini

 






Sungguh memprihatinkan tingkah laku remaja zaman sekarang, jika orang tua kita dulu memiliki rasa takut ketika memiliki hubungan antar sepasang kekasih yang bukan mahram, duduk berdua, jalan bersama pun ada rasa malu untuk melakukannya. Berbeda dengan remaja sekarang memiliki pacar merupakan hal yang dibanggakan, begitu rusaknya moral penerus bangsa ini berpegangan tangan didepan umum, berpelukan hingga berciuman menjadi hal yang biasa, bergonta-ganti pasangan sampai melakukan hubungan yang melanggar nilai-nilai agama seperti free sex dengan alasan suka sama suka merupakan hal yang wajar bagi mereka. Tak heran banyak remaja sekarang yang menganggap bahwa mendapatkan pacar adalah sebuah persaingan, pria dan wanita seakan sama saja. Faktanya banyak perkelahian antar remaja pria yang saling berebut wanita yang disukainya begitu pun remaja wanita sampai rela mengorbankan harga dirinya hanya untuk sang pria yang dikatanya saling mencintai.
Kasus perzinahan, pelecehan seksual, aborsi, pembuangan bayi yang tak berdosa pun marak terjadi di Indonesia. Masa remaja yang digunakan untuk belajar mencari ilmu agar mendapatkan masa depan yang lebih baik akan tetapi dirusak dengan bentuk kenakalan-kenakalan yang diperbuatnya sendiri, entah rasa ingin tahu yang cukup besar atau sekedar coba-coba membuat remaja tak dapat mengendalikan dirinya melakukan hubungan sex diluar nikah sehingga banyak remaja wanita yang putus sekolah karena hamil. Pesta hura-hura obat-obat terlarang, ganja, ekstasi, minuman keras, sex bebas yang berujung terjangkitnya Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti penyakit Gonorhea maupun HIV/AIDS sampai terjadinya kematian seakan menjadi pengetahuan yang kurang dimiliki oleh para remaja hingga tak ada rasa takut untuk melakukan hal-hal yang menyimpang tersebut.
Perilaku menyimpang para remaja ini tentunya tidak luput dari beberapa penyebab diantaranya berasal dari keluarga, pengetahuan yang kurang, serta pengaruh negatif dari teman-teman yang dapat menjerumuskannya kejalan yang sesat dan semua itu juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan tekhnologi yang mendukung terjadinya penyimpangan-penyimpangan tersebut, semakin majunya tekhnologi dizaman yang juga semakin canggih ini menyebabkan remaja semakin jauh dari nilai-nilai agama, berbagai media yang bayak mempertontonkan sesuatu yang tak layak memicu terjadinya perilaku menyimpang remaja, pornografi maupun pornoaksi seakan telah menjadi konsumsi bebas semua kalangan. Namun semua itu harusnya tidak terjadi ketika remaja dilandasi oleh iman yang kuat oleh adanya ajaran dan aturan-aturan agama dan sangat disayangkan sekali di Indonesia yang merupakan Negara dengan penduduk muslim terbanyak didunia, ternyata perilaku yang dimiliki penduduk remajanya justru memiliki masalah akhlak yang sangat mengkhawatirkan.
Rasa ingin tahu, rasa ingin mencoba dan merasakan merupakan hal yang lazim dimiliki oleh para remaja yang jiwanya masih labil. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan dari orang-orang terdekat terutama orang tua bukan hanya sekedar mengawasi, dibutuhkan juga bimbingan serta kontrol terhadap segala aktivitas yang dilakukan anak, karena zaman sekarang tak ada lagi yang tidak mungkin, jangankan anak SMP atau SMA bahkan anak SD pun telah mengenal kata cinta dan istilah pacaran.

Metode Pendidikan Seks dalam Islam


Pada kesempatan ini akan dipaparkan tentang pendidikan seks menurut ajaran Islam yang datangnya dari Allah SWT. Allah Subhaanahu Wa Ta'aala tidak membiarkan manusia tanpa petunjuk dalam berbagai urusan kehidupannya. Dalam masalah itu tidak ada perbedaan antara yang hina dan yang mulia, karena Dialah yang memberi perlindungan dengan perhatian dan penjagaan-Nya, sejak mulai dari air mani yang terdapat dalam rahim yang gelap sampai berpindah ke dalam kegelapan alam kubur.

"Dari setetes air mani, Allah menciptakannya lalu menentukanya, kemudian Dia memudahkan jalannya, kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur" (Qs. 'Abasa (80): 19-21)

Dan yang sungguh aneh, kebanyakan kita membuat hal yang aneh. Dari kutipan beberapa buku tentang ilmu jiwa. Dalam buku itu terdapat meteri tentang pendidikan seks.  Yang harapannya adalah dari buku-buku itu mau mengarahkan kepada pembinaan Islam - yang ada hubungannya dengan seksualitas yang cukup, dengan pengetahuan yang bisa dipahami dan sistematis sesuai dengan fase-fase kehidupan manusia dari masa anak-anak sampai dewasa. Namun, hasilnya sangat menyesakkan dada, dimana perhatian para peneliti yang mengetahui bahwasannya Islam bukan saja merupakan nasihat-nasihat yang mendorong untuk berakhlak, namun merupakan jalan hidup yang sempurna itu sangat sedikit sekali.

Ada sebuah asumsi bahwa mereka tidak menyinggung ajaran Islam dalam masalah pendidikan seks ini, dikarenakan mereka belum membaca prinsip-prinsip dalam Islam, dan mereka tidak memiliki latar belakang Islam. Hal ini merupakan ketidaktahuan yang tidak bisa ditolelir.

Ajaran Islam tergambar dalam A1 Qur'an dan sunnah yang berbicara tentang asal-usul manusia dan perkembangan penciptaannya dalam perut ibunya. Allah Ta'ala berfirman,

“Dan sesunguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah Pencipta Yang Paling Baik " (A1 Mu'minun (23): 12-14)

Berkenaan dengan tempat memancarnya air mani Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada" (Ath-Thaariq (86): 5-7)

Islam juga berbicara tentang segala macam pengetahuan yang diperlukan manusia dalam masalah ini,

Di antara tata krama yang mulia sebagai pendidikan Allah bagi kaum muslimin agar mereka mendidik anak-anak mereka adalah firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala,

"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian luarmu di tengah hari dan sesudah sembahyang isya (itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu itu). Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. "(An-Nur (24): 58-59)

Dalam dua ayat ini Allah Azza wa Jalla mengajarkan kepada kaum muslimin tata krama yang mulia, di manaanak-anak yang mumayyiz (yang sudah mengerti) tapi belum dewasa harus minta izin kalau mau bertemu dengan keluarganya dalam waktu yang disebutkan tadi. Karena, pada waktu itu dia berpeluang untuk melihat aurat, karena waktu-waktu itu merupakan waktu istirahat, membuka pakaian, mengganti pakaian atau waktu suami istri memenuhi kebutuhannnya.

Dzat Yang Maha Tahu dan Maha Mengawasi rahasia-rahasia jiwa telah membuat larangan-larangan dan batasan-batasan, sehingga tidak mengotori pikiran anak-anak dan tidak menyibukkan mereka dengan pikiran-pikiran ini sebelum waktunya. Seorang anak dalam usia ini sangat cenderung untuk senang bertanya-tanya dan mengetahui apa-apa yang ada di sekelilingnya yang masih tertutup. Kita sudah mengetahui bahwa anak-anak yang dewasa sebelum waktunya merupakan hasil menyalahi tata krama Islam dalam pendidikandan pengarahannya.

Ketika seorang anak menginjak dewasa, Islam tidak membiarkan mereka tanpa petunjuk dalam urusan yang berhubungan dengan seks. Hal-hal yang perlu dikuasai oleh mereka dalam realitas kehidupan di manamereka hidup. Seorang anak sebelum balig (dewasa) harus mempelajari hal-hal yang membatalkan wudhu, dan harus belajar untuk kesiapan masa dewasa, bahwa kedewasaan adalah masa taklif (pembebanan kewajiban agama) dengan ancaman hukuman dari Allah. Pada saat itu dia harus mempertanggung jawabkan segala amalnya. Tanggung jawab seseorang di hadapan dirinya dan dihadapan masyarakatnya. Dia juga harus belajar bahwa mimpi bersetubuh itu merupakan hal-hal yang mengharuskan dirinya melakukan mandibesar. Selain itu, dia juga harus mengetahui bahwa mimpi bersetubuh itu merupakan gejala alami yang terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan itu bukan merupakan suatu kesalahan atau kejahatan yang menimbulkan hukuman bagi para pemuda dan pemudi. Dan seorang gadis juga harus belajar bahwa berakhirnya haidh merupakan hal yang mengharuskan dirinya melakukan mandi besar dan merupakan tandakesempurnaan sebagai seorang perempuan serta tandanya dia mulai memikul tanggung jawab. Hal itu bukan merupakan sebab mulai terbentuknya keterikatan jiwa atau lahirnya berbagai kecemasan, sebagaimana dipropagandakan oleh orang-orang yang menganjurkan pendidikan seks.

Kita tahu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu mengajarkan pengetahuan-pengetahuan ini yang harus diketahui untuk keselamatan dunia dan akhirat -mengajarkannya tanpa mempersulit dan berbelit-belit.

Abu Dawud meriwayatkan bahwa Ummu Sulaim dari perempuan Ansor yakni ibunya Anas bin Malik berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menyampaikan kebenaran, bagaimana menurutmu jika seorang perempuan mimpi seperti mimpinya laki-laki, apakah dia harus mandi besar?" Siti Aisyah berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Hendaklah dia mandi besar jika ada air." Siti Aisyah berkata, "Saya menghadapkan muka kepada perempuan itu dan berkata, "Bagaimana engkau ini, apakah perempuan suka mimpi hal itu?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapkan mukanya kepada saya seraya bersabda, "Semoga engkau beruntung wahai Aisyah, dari mana adanya kesamaran?"

Begitulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditanya dan menjawab dengan tanpa beban, baik dari Rasul sendiri atau dari penanyanya, baik laki-laki maupun perempuan dalam masalah-masalah ini, bahkan Siti Aisyah radhiyallaahu 'anha menceritakan Asma binti Yazid ketika dia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mandi besar dan menyelidiki bekas darah haidh untuk dibersihkan, "Perempuan yang paling bagus adalah perempuan Anshar, di mana mereka tidak dihalangi oleh rasa malu untuk mendalami agama."

Jika kita merujuk kepada buku-buku fiqih Islam, kita menemukan bahwa para ulama Islam berbicara mengenai tata krama pergaulan biologis antara suami istri dan mereka membahas petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Dan pembahasan para ulama dalam bidang ini telah banyak sekali terdapat di berbagai buku. Sebagai contoh Ibnu Qudamah berkata dalam ringkasan buku "Minhaajul Qaasidin" milik Jamaluddin bin Aljauzi dalam pembahasan mengenai tata krama bergaul dengan istri:

"Hendaklah seorang suami bermain dan bersenda-gurau dengan istrinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang lomba berjalan dengan Siti 'Aisyah radhiyallaabu anha dan beliau juga senantiasa bersenda gurau dengan istri-istrinya. Beliau berkata kepada Jabir, "Hendaklah engkau menikah dengan perawan agar engkau bisa saling bercumbu rayu." Dan yang jelas bahwa hal itu dilakukan dalam batas-batas tertentu, jangan sampai berlebihan dalam bermain, karena bisa menjatuhkan wibawa suami di hadapan istrinya, namun hendaklah mengambil jalan tengah.

Dan Islam juga berbicara tentang tata krama jima' (koitus) yang bersandar pada A1 Qur'an dan Sunnah, Ibnu Qudamah berkata:

"Dianjurkan memulai jima'/bersetubuh/berhubungan intim suami istri dengan membaca bismillah, berpaling dari arah qiblat, hendaklah dia dan istrinya ditutupi dengan kain, jangan telanjang. Selain itu, mulailah dengan bercumbu rayu baik dengan pelukan dan ciuman. Sebagian ulama ada yang menganjurkan bahwa berjima' afdhal dilakukan pada hari jumat. Kemudian jika suami telah memenuhi hajatnya (ejakulasi) maka hendaklah ia menunggu istrinya untuk memenuhi hajatnya, karena biasanya istri terlambat dalam ejakulasinya."

Di antara tata krama yang lain, hendaklah perempuan yang sedang haidh menutup dengan kain (sejenis sarung) dari pinggang sampai lututnya, jika suami ingin "menikmati" istrinya. Selain itu tidak diperbolehkan berjima' dengan istri ketika dia sedang haidh dan juga dilarang berjima' (koitus) lewat dubur (lubang belakang).

Pada saat yang bersamaan, ketika Islam secara bertahap mengembangkan pengetahuan-pengetahuan seksualitas ini bagi kaum muslimin, Islam juga mendidik kepada mereka untuk memelihara dan memiliki rasa malu serta mengajak selalu untuk menjaga kemaluan dari berbagai penyimpangan. Dan hendaklah tidak membuat hati kita aneh, bahwa Islam juga memberi haluan bagi masyarakatnya untuk membersihkan dan melenyapkan berbagai gejolak dan kekacauan dalam jiwa.

Dari hal itu kita simpulkan bahwa pendidikan agama merupakan satu-satunya lingkungan yang paling aman. Sebab, di dalamnya dipelajari pengetahuan-pengatahuan ini secara bertahap disesuaikan dengan tingkatan akal dan waktu bagi para pemuda Islam. Dan dalam masalah ini Islam tidak menghalangi masuknya ilmu-ilmu lain seperti faktor-faktor pendukung dalam penjelasan ayat atau memberi penjelasan tentang penyakit-penyakit seksual yang disebabkan oleh penyimpangan seks. Namun, hal ini masih tetap harus menjaga batasan-batasannya.

Morris Bouky, seorang dokter Perancis berkata dalam bukunya "kajian kitab-kitab suci dalam pengetahuan-pengetahuan kontemporer":

"Zaman kita sekarang meyakini bahwa mereka telah melakukan banyak penemuan-penemuan dalam berbagai bidang, dan mereka juga yakin bahwa sekarang mereka telah maju dalam masalah yang berkaitan dengan pendidikan seks. Sedangkan masa-masa yang telah lampau itu dianggap masa yang sangat teralienasi dalam kegelapan, terutama dalam masalah seksualitas ini.

Banyak orang yang mengatakan bahwa agama-agamalah yang bertangung jawab dalam masalah ini, kecuali apa yang kita sampaikan-merujuk kepada masalah keturunan manusia dalam A1 Qur'an dan perbandingannya dengan ilmu modern- ini suatu bukti bahwa sejak kurang lebih empat belas abad yang lalu Islam telah terlebih dahulu memberi pengetahuan masalah seksualitas ini kepada manusia secara teoritis, karena Islam memperbolehkan berbicara mengenai keturunan manusia, tentunya sebatas kemampuannya. Sebab, pada waktu itu belum terdapat pengetahuan-pengetahuan yang menjelasan secara psikologis. Di samping itu, penggunaan bahasanya pun masih sangat sederhana dan mudah dipahami oleh para pendengar secara spontan, sehingga mereka bisa paham apa yang disampaikan."

Morris juga berkata, "Tulisannya juga tidak mengabaikan nilai-nilai ilmiah, bahkan kita menemukan bahwa di dalam A1 Qur'an terdapat perincian-perincian tentang kehidupan keilmuan terutama tentang etika yang harus diikuti manusia dalam berbagai segi kehidupannya. Dan Al Qur'an juga tidak meninggalkan masalah kehidupan seks. Ada dua ayat al-Qur’an yang khusus berhubungan dengan seksualitas. Dan dalam masalah ini al-Qur'an menggunakan kata-kata yang menghubungkan antara kejelasan dan keharusan menjauhi kata-kata yang vulgar (terang-terangan dan terbuka).

firman Allah Ta'ala,

"Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada" (Ath-Thaariq (86): 6-7)

Redaksi ini lebih halus dari redaksi-redaksi yang berbahasa Perancis dan Inggris ketika ingin mencapai makna ini. Kemudian dia berbicara tentang haidh dan maksud-maksudnya yang berhubungan dengan seksual dalam firman Allah Ta'ala,

"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh, katakanlah haidh itu adalah kotoran. " (Qs. A1 Baqarah (2): 222)

Setelah dipaparkan tentang segi-segi yang agung dalam ajaran Islam mengenai pendidikan seks, maka akhirnya sampai pada kesimpulan:

"Berdasarkan semua ini, maka pembicaraan teoritis yang khusus mengenai keturunan dan arahan-arahan ilmiah yang disampaikan A1 Qur an: terutama yang berkenaan dengan kehidupan seksualitas suami istri, maka kita dapat melihat bahwa tidak ada satu ayatpun yang telah kita sampaikan itu bertentangan dengan ilmu pengetahuan kontemporer atau keluar dari pembicaraan-pembicaraan secara ilmiah.

Doktor Samuel Migoris berkata dalam bukunya "A1 Muraahiq A1 Mishri", dia menyampaikan pembicaraannya mengenai sumber-sumber pengetahuan seks bagi pemuda-berdasarkan penelitian, seraya berkata:

Murid-murid sekolah agama menyatakan bahwa mereka menemukan jawaban dari berbagai macam pertanyaan seputar materi seksualitas dalam mata pelajaran yang harus mereka pelajari. Selain itu, mereka juga dapat menemukan jawaban dalam buku-buku fiqh yang menjelaskan materi tentang keluarnya air mani dan jima', kapan mereka harus mandi besar dan juga mengetahui masalah-masalah pokok-pokok dan prinsip-prinsip yang sedang berkembang.

Jadi, ajaran islam memberikan jawaban secara komprehensif dalam masalah ini kepada kita dan seperti apa yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada kita, Dialah Tuhan Yang memberi bentuk kepada segala sesuatu kemudian memberinya petunjuk.

Sebelum pada akhir dari pokok materi pendidikan seks yang penting ini, mari kita bersama-sama untuk menyebarkan peradaban seks sesuai dengan ajaran islam, "Di samping itu diharapkan kepada pemerintah-pemerintah yang muslim untuk membersihkan sarana-sarana pengetahuan tentang itu, karena kita yakin mereka juga lebih tahu hal itu akan mebiarkan faktor-faktor perusak generasi muda dan akan membunuh semua arti kesesuaian jiwa dan keselarasan sosial.

Semua paparan dan anuuran di atas tidak akan mengobati penyimpangan-penyimpangan seksual, namun hendaklah kita mendatangi rumah dari pintunya (memulai lewat jalurnya), dan sebelum menuntut untuk menyebarkan kebudayaan seks, maka kita menuntut untuk meninggikan kedudukan seks ini dan mensucikan genangan airnya yang mengalirkan berbagai kerusakan untuk membunuh ruh harga diri dan ruh kemuliaan.

Masalahnya bukan membutuhkan penenang sementara, sebab penenang itu sangat lama untuk mengobati orang yang sakit. Dengan demikian, maka penenang itu akan membiarkan penyakit terus merusak darah dan akhirnya melahirkan berbagai macam kerusakan.

Obatilah penyakit-penyakit yang telah menimpa kita, baik yang besar maupun yang kecil. Keraskanlah suaramu di hadapan para penguasa muslim, agar mengembalikan masyarakatnya kepada fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu dan mengajak kepada Islam untuk mengikuti syari'at Allah dan hidup dalam lindungannya. Hal ini dilakukan karena masyarakat-masyarakat yang membenci jalan Allah itulah yang menyebarkan bau busuk seksual. Adapun masyarakat yang mukmin, dialah yang menyebarkan harumnya kesucian dalam semua seginya. Allah selalu mengatakan yang benar dan menunjukkan jalan yang lurus.

---= SILAHKAN DI SHARE JIKA BERMANFAAT =--- 

Hukum Oral Seks dan posisi 69 dalam Islam

Hukum Oral Seks dan posisi 69 dalam Islam



Hukum Oral Seks dan posisi 69 dalam Islam

Pertanyaan:

Assalamu’alikum
Maaf ustadz, saya mau bertanya tentang hukum oral seks atau mencium kemaluan pasangan baik untuk suami ataupun sebaliknya. Lalu bagaimana dengan oral seks dengan posisi *maaf posisi seks 69? Apakah itu dibolehkan?
Terima kasih atas jawabannya.

siFulan@gmail.com


Jawaban:

Bismillahirrahmanirrahim.
Hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah hal yang terlarang untuk dibicarakan didalam Islam. Namun, bukan pula hal yang dibebaskan sedemikian rupa bak layaknya seekor hewan yang berhubungan dengan sesamanya.

Hubungan seks yang baik dan benar, yang tidak melanggar syariat selain merupakan puncak keharmonisan suami istri serta penguat perasaan cinta dan kasih sayang diantara mereka berdua maka ia juga termasuk suatu ibadah disisi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,

”..dan bersetubuh dengan istri juga sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah jika diantara kami menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat pahala?’ Beliau menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu berdosa?, maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, maka ia juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Islam memandang seks sebagai sesuatu yang moderat sebagaimana karakteristik dari islam itu sendiri. Ia tidaklah dilepas begitu saja sehingga manusia bisa berbuat sebebas-bebasnya dan juga tidak diperketat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu pekerjaan yang membosankan.

Pertanyaan tentang Jima’ dengan cara oral seks selalu menjadi primadona selama ini. Apakah tabu atau tidak. Tahukah Anda bahwa dalam Islam sebelum melakukan hubungan seks, kita dianjurkan untuk melakukan foreplay (mula’abah) atau permainan pendahuluan?

Ini dianjurkan agar hubungan seksual yang dilakukan tidak menyerupai hubungan seksual yang dilakukan oleh binatang. Tanpa pemanasan. Sehingga diharapkan tidak ada pihak yang tersakiti. Dan sangat diharapkan kedua belah pihak untuk bisa menikmatinya. Salah satu bentuk foreplay dalam pengetahuan seksualitas modern yaitu tadi oral seks, atau mencium farj(kemaluan) pasangan baik istri kepada suaminya ataupun sebaliknya. Dan lebih ‘ekstrim’ lagi yaitu dengan oral seks dengan posisi 69.

Lalu bagaimana kita menyikapi hal tersebut?
Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi masalah tersebut (oral seks). Ada yang membolehkan, namun ada yang memakruhkan dan condong untuk melarangnya.

1. Dibolehkan dengan syarat

Dibolehkan karena pada dasarnya segala sesuatu itu boleh (mubah) kecuali ada dalil yang melarangnya. Dan memang hal ini tidak bisa dihukumi sebagai perbuatan yang haram, karena tidak adanya dalil yang eksplisit yang mengharamkannya.

Seperti halnya jimak (bersetubuh) hingga orgasme dibolehkan karena itu adalah puncak kenikmatan, maka dibolehkan pula kenikmatan-kenikmatan yang didapat (meski tidak mencapai orgasme) yaitu cumbu rayu, berpelukan, mencium hingga oral yang membuat suami-istri saling menikmati.


Allah Berfirman dalam Al Quran:
”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh : 223)
Namun apabila oral seks ternyata telah terbukti membawa dampak bahaya bagi pasangan, seperti contoh oral seks yang mengakibatkan pasangan sakit atau tertimpa bahaya (mungkin karena kotor karena adanya najis atau adanya cairan yang berbau keluar dari farj) maka hal tersebut masuk pada kategori larangan dan tidak boleh dilakukan.


2. Makruh dan condong pada larangan.

Yang berpendapat tentang larangan oral seks dan termasuk didalam kategori tersebut adalah posisi 69 (maaf, posisi dimana pasangan saling berhadapan namun berlawanan arah kepala) karena hal tersebut menyalahi kodrat dan fitrah manusia sebagai hamba yang diberi akal fikiran yang lebih tinggi derajatnya dari binatang. Sebab manusia diberi lisan untuk membaca al Quran dan bertutur kata yang baik, maka tidak tepat jika digunakan untuk mencium ‘sesuatu’ yang bisa mengeluarkan najis (kencing, haid, madzi dst)

Tentu kita tidak akan pernah menemukan sepasang hewan yang melakukan hal tersebut, namun ternyata manusia banyak yang melakukan bahkan gemar dan menjadi cara yang populer dikalangan masyarakat saat ini.

Hal tersebut bisa terjadi karena pengaruh kehidupan masyarakat barat. Masyarakat Barat adalah masyarakat liberal (serba bebas) termasuk dalam urusan seksual. Tujuan akhir yang mereka cari hanyalah kepuasan, dalam hal ini orgasme. Jika pemanasan dalam Islam adalah agar farj istri siap dimasuki farj suami, maka Barat tidak mengharuskan jalan ini. Jika dengan dimasukkan dubur wanita/ pria atau mulut wanita/ pria bisa tercapai kepuasan, maka hal itu akan dilakukan. Itulah sebabnya kenapa posisi 69 menjadi pilihan masyarakat barat, khususnya kaum gay dan lesbian.

Jika dalam kehidupan sehari-hari saja kita dilarang untuk bersikap tasyabuh (ikut-ikutan), maka apalagi dalam masalah jimak yang mana didalamnya islam menjunjung tinggi fitrah manusia yang diberi akal fikiran, tentu dilarang pula untuk bertasyabuh dengan mereka. Wallahua’lam

Kesimpulan:

Cara seks dengan oral dan juga termasuk didalamnya posisi 69 pada hakikatnya adalah boleh.Namun meskipun hal itu mubah, tetapi lebih afdhol dan lebih baiknya ditinggalkan.

Pada dasarnya sepasang suami-istri boleh bersenang-senang dengan saling menikmati seluruh badan antara satu sama lainnya kecuali jika ada dalil yang melarangnya. Akan tetapi perbuatan tersebut tidak disukai (makruh) karena masih ada cara lain yang lebih baik dan menyenangkan.

Di lain sisi jika seks oral membawa dampak bahaya bagi pasangan, maka sudah seharusnya dijauhi karena mengingat Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pernah  bersabda:
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
"Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya." (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

Oleh: Abu Syauqie Al Mujaddid (Pengasuh Solusi Islam & Islamisasi)

HUKUM ONANI / MASTURBASI

Hukum Onani atau Masturbasi

Penulis : Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan

Tanya :

Saya seorang pelajar muslim (selama ini) saya terjerat oleh kabiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal.

Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima ? Haruskah saya mengqadha shalat ? Lantas, apa hukum onani ? Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.”

Jawab :

Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/ kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Yang artinya : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6] kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. [QS Al Mu’minuun: 5 – 6]

Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara : berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.

Wajib bagi anda untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengulangi kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat anda, sebagaimana yang anda sebutkan bahwa anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televisi yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.

Seorang muslim seyogyanya (selalu) menutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri anda, hendaknya anda jauhi. Di antara sarana fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada anda.

Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi anda. Perbuatan dosa yang anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah anda kerjakan. Jika anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syari’at, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang terlah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa. [Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV 273-274]

budak wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Yang artinya : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6] kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. [QS Al Mu’minuun: 5 – 6]

Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara : berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.

Wajib bagi anda untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengulangi kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat anda, sebagaimana yang anda sebutkan bahwa anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televisi yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.

Seorang muslim seyogyanya (selalu) menutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri anda, hendaknya anda jauhi. Di antara sarana fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada anda.

Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi anda. Perbuatan dosa yang anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah anda kerjakan. Jika anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syari’at, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang terlah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa. [Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV 273-274]

Lazada Indonesia
toko buku islam
 
Support : Creating Website | Aldhiya Computer | Islam dan Wanita
Copyright © 2011. Islam dan Wanita - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Aldhiya Computer
Proudly powered by Blogger