Sepuluh Akhlak Yang Harus
Dimiliki Muslim/Muslimah sumber: Kafemuslimah.com
Akhlak : Dalam bahasa, akhlak
(budi pekerti) berarti kebiasaan atau watak. Secara terminologi, akhlak berarti
kebiasaan, tabiat, atau watak di dalam diri yang menjadi sumber terjadinya
perbuatan, tanpa unsur rekayasa ataupun reka-reka. Dengan demikian, dapat
diartikan bahwa akhlak adalah tindakan tanpa rekayasa.
Sepuluh Akhlak Muslim/Muslimah
:
1. Tidak menyakiti orang lain. “Orang Muslim adalah
orang yang orang-orang Muslim lainnya selamat dari (keusilan) lidah dan
tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang
dilarang Allah atas dirinya” H.R. Al-Bukhari dari Abdullah bin Amru. Hadis
tersebut menyatakan bahwa Muslim terbaik adalah Muslim yang menunaikan hak-hak
kaum Muslimim lainnya dalam menjalankan hak-hak Allah, artinya orang Muslim
harus mencegah diri dari menyakiti orang lain. Penyebutan lidah dan tangan
adalah manifestasi cara menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun fisik.
Balas menyakiti orang yang menyakiti kita sebenarnya tidak menjadi masalah,
tetapi yang lebih afdal adalah bersabar dan mengharapkan pahala di sisi Allah
(Q.S. Al-Ahzaab 58). Manifestasi perilaku tidak menyakiti orang lain adalh
dengan : • Tidak menyakiti tetangga ; pesan berinteraksi secara baik dengan
tetangga gencar disampaikan melalui peringatan bahwa tetangga adalah salah satu
pintu masuk surga dan bahwasanay mereka kelak menjadi saksi kita di akhirat •
Menjaga mulut Ldah kelak menjadi cambuk siksaan di hari kiamat. Menjaga lidah
adalah jalan menuju keselamatan. Semakin banyak berbicara akan semakin banyak
tersilap. Oleh karena itu, berpikirlah sebelum berbicara dan jangan berbohong,
berkata kasar, ghibah, mengejek, dll. • Tidak menyakiti anak-anak Hindari
mengejek dan meremehkan anak-anak, pilih kasih dalam memperlakukan mereka, atau
mendoakan mereka celaka.
2. Menyingkirkan benda menyakitkan dari jalan.
“Iman itu ada tujuh puluh sekian atau enam pulih sekian cabang. Yang paling
utama adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan benda dari jalanan dan malu termasuk cabang keimanan.” H.R.Muslim
dari Abu Hurairah r.a. Mneyingkirkan benda yang menyakitkan dari jalan adalah
salah satu bentuk manifestasi dzikir yang bisa menjauhkan manusia dari api
neraka.
3. Malu. Malu adalah perhiasan wanita yang paling
indah dan elok, bahkan merupakan sebagian dari iman dan Nabi SAW sendiri pun
terkenal sangat pemalu. Hal ini karena malu menganjurkan kebaikan dan
menghindarkan keburukan. Malu mencegah kealpaan untuk bersyukur kepada yang
memberi nikmat dan mencegah kelalaian menunaikan hak orang yang memiliki hak.
Disamping itu, malu juga mencegah berbuat/berkata kotor demi menghindari celaan
dan kecaman. Malu adalah rasa yang membuat seorang mukmin urung melakukan
maksiat karena perasaan serba salah jika sampai dilihat oleh Allah. Malu yang
berlebihan adalah rasa sungkan yang justru merupakan kelemahan ental dan sering
menimbulkan banyak masalah. Sikap keterlaluan perempuan dalam tertutup dan
mengurung diri dari pergaulan dengan laki-laki bukanlah rasa malu, melainkan
lebih merupakan faktor kesungkanan. Kewajiban dalam rasa malu ada empat: •
Berpakaian menutup aurat • Memandang menahan pandangan matanya • Berbicara
tidak bergaya centil dan manja ketika berbicara. • Pergaulan tidak berdesakan
dengan lelaki
4.
Santun berbicara. “Sesungguhnya seseorang
mengatakan satu patah kata yang ia pandang tidak ada masalah. Padahal, sepatah
kata itu enyebabkan ia harus mendekam di neraka selama tujuh puluh tahun.”
(H.R. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a) Kesantunan berbicara dimanifestasikan
dalam tiga hal : • Berbicara pelan jangan mengeraskan suara diatas volume yang
dibutuhkan pendengar karena hal itu tidak sopan dan menyakitkan. Wanita yang
bersuara keras menunjukkan ia belum terdidik sempurna dan masih membutuhkan
evaluasi panjang dengan dirinya sendiri. • Memperhatikan pembicaraan lawan
bicara dan tidak menjatuhkan harga dirinya hal ini dapat dicapai dengan
tersenyum, berbicara sesuatu yang menjadi perhatian/kesenangan lawan bicara,
dan simak lawan bicara dengan penuh perhatian. • Tidak memotong
pembicaraan
5.
Jangan berbohong. “Tidak beriman seorang hamba
dengan keimanan yang sepenuhnya sampai ia meninggalkan bohong meski dalam
bercanda dan meninggalkan perdebatan meskipun dalam posisi benar” (H.R. Ahmad
dari Abu Hurairah r.a. ) Iman dan kebohongan tidak bisa menyatu dalam hati
seorang mukmin. Kebohongan akan mengarah kepada kemunafikan. Keduanya seperti
dua sisi mata uang yang bersisian. Tidak ada yang bernama bohong putih atau
bohong hitam, kebohongan kecil tetaplah ditulis sebagai kebohongan. Sikap
seperti membanggakan diri, bercanda, dan berkelakar juga dapat menjerumuskan
kepada kebohongan. Bentuk kebohongan terbesar terhadap Allah adalah kebohongan
dalam berniat, berjanji, dan beramal. Bohong yang diperbolehkan adalah bohong untuk
mendamaikan dua orang yang bersiteru, bohong dalam perang, dan bohong untuk
menyenangkan suami/istri.
6.
Tinggalkan perdebatan. “Sesungguhnya tadi aku
keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang Lailatul Qadar, namun di
tengah jalan si Fulan dan Fulan sedang bertengkar mulut, maka dihapuskanlah
(pengetahuan tentang itu). Semoga (penghapusan) ini lebih baik bagi Anda
sekalian. Telisiklah ia pada malam ketujuh, kesembilan, dan kelima (terakhir
bulan Ramadhan)” (H.R. Al-Bukhari dari Ubadah bin Ash-Shamit) Rasulullah hendak
memberikan kabar gembira mengenai waktu turunnya lailatul qadr secara pasti,
tetapi pengetahuan tentang ini dilupakan darinya karena mendengar perdebatan.
Berdebat tidak baik karena ia membuka kesempatan kepada syaitan untuk turut
melakukan provokasi didalamnya. Debat dapat memunculkan fitnah, keraguan,
menghapuskan amalan, mengeraskan hati, melahirkan dendam, dll. Arena yang
paling disukai setan adalah permusuhan dimana tiap pihak berusaha untuk
menunjukkan aib pihak lain dan menyucikan dirinya sendiri, dan debat dijadikan
saran untuk memperoleh kemenangan semu. Dengan meninggalkna debat, itu adalah
bukti kepercayaan kepada diri sendiri, keimanan pada manhaj, dan keyakinan
kepada Allah SWT. Debat yang diperbolehkan adalah dengan menggunakan
argumentasi yang lebih baik dan santun. Bertahan dengan cara yang baik dengan
berdiskusi dan memaparkan argumentasi secara santun, sembari meminta maaf dan
memaafkan kesalahan ucap.
7.
Jangan bakhil (pelit). Predikat paling buruk
yang disandang oleh wanita muslimah adalah jika ia disebut wanita bakhil/pelit.
Orang bakhil yang paling bakhil dapat dibagi tiga : • Orang yang bakhil dengan
dunia di jala akhirat. • Orang yang bakhil pada dirinya sendiri dengan dalih
zuhud meninggalkan keduniaan. • Orang yang mendengar nama Nabi SAW disebut
dihadapannya namun ia tidak bershalawat. Salah satu makar orang bakhil adalah
memeluk erat-erat uangnya semasa hidup, namun begitu diambang kematian ia
lantas membagi-bagikan apa yang dimilikinya kepada ahli waris. Berikut
manifestasi yang mengekspresikan sifat tidak bakhil : • Mengeluarkan zakat
wajib. • Memberikan shadaqah. • Menyuguhi tamu. • Memberikan hadiah. Satu lagi
menifestasi bakhil dalam kehidupan rumah tangga ialah bakhil dengan tidak
melontarkan kata-kata manis dan perasaan-perasaan mulia, khususnya dengan
suami.
8.
Tepiskanlah rasa dengki. Surga yang luas
disediakan khusus untuk orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan manusia.
(Ali Imran 133-134). Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan dalah Ihya Ulumuddin
bahwa, “Marah bertempat di hati. Kemarahan yang hebat berarti mendidihnya darah
di dalam hati menuntut pembalasan yang merupakan makanan marah dan syahwatnya,
dan ia tidak akan tenang kecuali dengan penuntasannya.” Dengki didefenisikan
sebagai memendam permusuhan di dalam hati dan menunggu-nunggu kesempatan
pemuasannya. Muncul ketika merasa muak dan jengkel terhadap seseorang. Dengki
akan melahirkan 8 buah kezaliman terhadap orang lain : • Hasud • Mencaci maki
saat terjadi bala cobaan • Mendiamkan • Melecehkan, berpaling, menjauh • Ghibah
• Mengolok-olok • Menyakiti fisik • Menahan kucuran kemurahan (pemberian dan
silaturrahim) Jika orang shahih jengkel, maka berbuat adil. Jika orang budiman
jegkel, maka mereka bertindak mulia. Jika orang naif jengkel, mereka bertindak
semena-mena. Untuk mencapai status Ash-Shiddiiqiin (orang-orang budiman) maka
ada tiga tangga yang harus dilalui, yaitu : • Menahan amarah • Memaafkan
kesalahn manusia • Berbuat baik kepada orang yang memusuhi.
9. Dilarang iri/hasud. Hasud adalah reaksi jiwa dan
oenyakit hati yang menganggap nikmat Allah yang diterima seesorang terlalu
banyak untuknya sembari mengangan-angankan raibnya kenikmatan tersebut dari
mereka. Faktor penyebab diantaranya : • Permusuhan, kebencian, kemarahan,
kedengkian. • Takabur dan arogan • Kegearan pada dunia • Ambisi kekuasaan •
Kebusukan jiwa dan kekerdilan dari kebaikan Hasud adalah senjata makan tuan
yang menghasilkan mudarat dunia dan keagamaan. Orang yang dihasudi justru
berada diatas angin sebab ia memperoleh beragam keuntungan dengan kehasudan
orang yang menghasudinya, di dunia maupun di akhirat. Obat penyembuh hasud
adalah ilmu dan amal. Ilmu : orang alim adalah orang yang tidak hasud pada
orang yang lebih tinggi dan tidak melecehkan orang lebih rendah (tingkat
keilmuannya). Amal : dengan amal proses pengurungan hasud bisa berjalan dengan
sempurna.
10. Pantang terpedaya (Ghurur) Ghurur adalah bentuk
kelalaian dan keterpedayaan dan merupakan predikat yang menempel pada setiap
penipu. Ghurur memiliki tiga sumber utama : • Tertipu oleh angan kehidupan
dunia –> merasa Allah memberinya kehidupan dunia yang melebihi orang lain
dan beranggapan karunia tersebut sebagai kelebihan, bukan sebagai kemurahan,
dan mungkin mengandung ujian dan cobaan apakah ia bersyukur atau malah kufur. •
Tertipu oleh janji setan –> setan senantiasa memberi bisikan yang
membesarkan dirinya sehingga tidak lagi peduli pada dosa besar dan kecil. •
Tertipu oleh angan ampunan Allah –> Allah mencela kalangan ahlul kitab,
orang munafik, dan pemaksiat atas ilusi dan keterpedayaan mereka o Ilusi ahlul
kitab –> bahwa dengan kekuatan yang dimiliki, mereka bisa mengalahkan Allah.
o Ilusi orang munafik –> mereka berpikir bahwa di akhirat kelak mereka bisa
mengatakan hal yang sama yang pernah mereka katakan kepada kaum mukminin
sewaktu di dunia, bahwa mereka bersama-sama kaum mukminin. Manifestasi ghurur
cukup beragam, diantaranya : • Meremehkan amalan-amalan ringan • Mencemooh kaum
papa dan fakir miskin, enggan bergaul dengan mereka. Untuk mengatasinya,
letakkanlah gumpalan pahala di depan mata Anda ketika melakukan amalan-amalan
sepele dan ringan
Post a Comment
Silahkan komen atau saran dengan kebaikan budi serta keelokan bahasa, trimakasih.