Sebab-Sebab Yang Menjadikan Dosa Kecil Dihukumi Sebagai Dosa Besar (3)
Sebab ke empat: Melakukan dosa secara terang-terangan (al-mujaharah)
Terang-terangan
dalam melakukan perbuatan dosa akan menyebabkan dosa kecil bisa
dihukumi sebagai dosa besar. Orang yang terang-terangan berbuat dosa,
maka dia akan menyebabkan orang lain untuk ikut-ikutan dan mendorong mereka untuk meniru perbuatan dosa tersebut. Selain itu, orang tersebut juga akan menghias-hiasi perbuatan dosa tersebut (sehingga
tampak indah dan menyenangkan di mata manusia) dan pada akhirnya mereka
menganggap dosa tersebut sebagai perbuatan yang baik. Oleh karena itu,
orang yang melakukan dosa secara terang-terangan akan mendapatkan
hukuman dan adzab yang pedih dari Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang.” (QS. An-Nisa [4]: 148).
Dalam ayat di atas, tidak adanya kecintaan dari Allah Ta’ala menunjukkan adanya murka Allah Ta’ala. Kemurkaan Allah Ta’ala atas orang-orang yang melakukan perbuatan buruk secara terang-terangan menunjukkan besarnya perbuatan dosa yang dilakukan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِي
مُعَافًى إِلَّا المُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ المُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ
الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ
عَلَيْهِ، فَيَقُولَ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا،
وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ
عَنْهُ
“Seluruh umatku akan dimaafkan, kecuali yang berbuat dosa secara terang-terangan. Sesungguhnya,
yang termasuk dalam berbuat dosa secara terang-terangan adalah
seseorang yang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari, kemudian
pada pagi harinya Allah tutupi dosa tersebut (Allah
tidak tampakkan pada pandangan manusia, pen.). Orang tersebut kemudian
berkata, ‘Wahai fulan, semalam aku berbuat demikian dan demikian.’ Padahal sungguh di malam harinya, Rabb-nya telah menutupi dosa yang dia lakukan, namun di pagi harinya dia sendiri yang membuka tutup Allah tersebut.” (HR. Bukhari no. 6069).
Hadits ini menunjukkan tidak adanya ampunan Allah Ta’ala bagi
orang yang berbuat dosa secara terang-terangan. Dan juga menunjukkan
besarnya dosa yang menyebabkan datangnya hukuman yang sangat keras
tersebut.
Sebab ke lima: Tertipu ketika Allah Ta’ala menutupi dosa yang dilakukan
Ketika seseorang merasa tertipu ketika Allah Ta’ala menutupi dosa yang kita lakukan dan juga tertipu dengan kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, maka hal ini akan mendatangkan hukuman yang besar.
Az-Zubaidi rahimahullah berkata,”Tertipu
ketika Allah menutup dosa (seorang hamba) dan meremehkan kasih sayang
Allah Ta’ala, meskipun dia (melakukan) dosa kecil, akan tetapi bisa
menjadi (dosa) besar. Hal ini karena akan menyebabkan seseorang merasa
aman dari makar Allah, yang merupakan dosa besar.” (Ittihaf As-Saddah Al-Muttaqin, 8/572).
Dan sungguh Allah Ta’ala telah mengancam adanya kerugian bagi orang-orang yang merasa aman dari makar (tipu daya) Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka
apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)?
Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A’raf [7]: 99).
Kasih sayang atau berbagai nikmat yang diberikan kepada pelaku maksiat inilah yang disebut dengan istidroj. Bentuknya, Allah Ta’ala membukakan pintu-pintu kenikmatan duniawi kepada orang yang banyak mengerjakan maksiat. Akhirnya, dia pun tertipu dan terperdaya. Orang tersebut merasa bahwa dia tidak berbuat dosa, sehingga dia pun terus tenggelam dalam kemaksiatannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِى الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ …
“Jika Allah memberikan kenikmatan kepada seorang hamba padahal dia tetap dengan maksiat yang dikerjakannya, maka sesungguhnya itu adalah istidroj …” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (IV/145) no. 17349. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 413).
Allah Ta’ala berfirman,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا
بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا
بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am [6]: 44).
Sebab ke enam: Dosa kecil yang dilakukan oleh ulama atau ustadz yang dijadikan sebagai teladan
Seorang
ulama, jika berbuat dosa kecil, maka dosa tersebut bisa dihukumi
sebagaimana dosa besar. Hal ini karena ulama tersebut memiliki kedudukan
di masyarakat sebagai teladan atau dijadikan sebagai panutan dalam
praktek beramal dalam rangka mengikuti perintah Allah Ta’ala. Jika perbuatan tersebut diikuti oleh orang-orang awam, maka dosa kecil tersebut bisa dihukumi sebagaimana dosa besar.
Al-Ghazali rahimahullah berkata,”Jika
dosa kecil muncul dari seorang ulama yang diteladani (amalnya), maka
hal itu adalah perkara yang besar, karena akan kekal setelah
kematiannya.” (Al-Arba’in fi Ushuulid Diin, hal. 226).
Tidak
hanya dihukumi sebagai dosar setelah ulama tersebut meninggal saja,
namun juga ketika ulama tersebut masih hidup. Karena ketika itu,
perbuatan dosa tersebut akan diikuti oleh orang-orang awam dan menjadi
tersebar luas di masyarakat.
Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.
[Selesai]
***
Selesai disusun di pagi hari yang cerah, Sint-Jobskade Rotterdam NL, 8 Rajab 1436
Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,
Penulis: M. Saifudin Hakim
Catatan kaki:
[1] Disarikan dengan beberapa penambahan seperlunya dari kitab At-Taubah, fii Dhau’il Qur’anil Kariim, Dr. Amaal binti Shalih Naashir, Daar Andalus Khadhra’, cetakan pertama, tahun 1419, hal. 140–142.
Post a Comment
Silahkan komen atau saran dengan kebaikan budi serta keelokan bahasa, trimakasih.