Perceraian Dalam Islam
Pernikahan adalah sebuah
ikatan suci antara 2 manusia yang disaksikan dan melibatkan banyak
manusia bahkan membawa-bawa nama Tuhan. Sebuah ikatan yang menjadikan
sesuatu yang sebelumnya haram menjadi halal, yang sebelumnya keburukan
berubah menjadi kebaikan, yang sebelumnya tidak wajib sekarang bisa
menjadi wajib. Hak dan kewajiban kedua pihak seketika berubah setelah
adanya ikatan pernikahan (ijab-qabul) yang sudah diucapkan atas nama
kepatuhan kepada Tuhan dan mengikut sunnah rasul.
Oleh sebab
itulah maka ikatan pernikahan harus diupayakan agar menjadi sesuatu yang
langgeng sampai ajal menemui pihak yang ber-ijab qabul, salah satunya
atau keduanya. Permasalahan dalam rumah tangga pasti akan ditemui oleh
setiap pasangan, tidak ada pernikahan yang bebas dari masalah jika sudah
berlangsung dalam waktu yang lama, termasuk keluarga Rasulullah SAW
juga pernah menghadapi masalah rumah tangga yang serius dan harus
dihadapi oleh beliau. Oleh sebab itulah saya selalu mengatakan bahwa
keluarga samara (Sakinah, Mawaddah, Rahmah) bukanlah keluarga yang tanpa masalah tetapi keluarga samara adalah keluarga yang dapat menyelesaikan masalah.
Perceraian
memang merupakan hal bisa dibenarkan dalam hukum Islam, berbeda dengan
hukum pada sebagian agama lain yang mengharamkan perceraian. Akan tetapi
ini bukan berarti bahwa Islam menganggap sepele urusan cerai.
Perceraian dalam Islam merupakan sesuatu yang mungkin dibenarkan tetapi
paling dbenci oleh Tuhan, Allah SWT. Perceraian merupakan solusi
terakhir jika ikatan perkawinan sudah tidak dapat dipertahankan dengan
berbagai solusi yang dimungkinkan oleh keadaan.
Ada beberapa
langkah solusi yang harus ditempuh sebelum suatu pasangan memutuskan
untuk bercerai, antara lain adalah : saling menasehati dan mengingatkan
tujuan perkawinan yang ditentukan sebelum dan saat menikah. Tujuan
perkawinan bukan sekedar pembenaran hubungan seksual tetapi mengikut
ajaran agama.
Manakala nasehat sudah tidak bisa menyelsaikan
masalah, maka “pisah ranjang” bisa menjadi langkah kedua sebelum
perceraian, durasi “pisah ranjang” dibatasi dalam tempo 3 hari 3 malam.
Saat keduanya berpisah ranjang mungkin keduanya akan merasa “kesepian”
dengan tidak adanya pasangan, seraya mendekatkan diri kepada Allah SWT
mengingat berbagai resiko jika harus bercerai.
Perundingan dan
perdamaian antara kedua pasangan dengan beberapa kesepakatan yang
dimungkinkan dapat menjadi langkkah berikut sebelum memutuskan untuk
bercerai. Sebagai bentuk edukasi Islam kepada suami yang telah
menceraikan istrinya, maka Islam mewajibkan kepada mantan suami untuk
tetap memberikan nafkah selama masa iddah. Masa Iddah juga
berfungsi sebagai “grace periode” untuk mengambil keputusan yang lebih
baik daripada keputusan cerai yang telah diambil sebelumnya, yaitu
kesempatan untuk rujuk atau kembali kepada ikatan perkawinan yang
semula.
Semua langkah ini cukup menjadi saksi bahwa islam tidak
menginginkan adanya perceraian harus dihindarkan semaksimal mungkin.
Semoga Allah SWT menjadikan keluarga kita sebagai keluarga yang penuh
berkah, sakinah mawaddah dan rahmah, mampu menghadapi
semua masalah dan mendapatkan solusi terbaik menurut Allah SWT guna
mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Amin. (HM.Sofwan Jauhari Lc, M.Ag)
Post a Comment
Silahkan komen atau saran dengan kebaikan budi serta keelokan bahasa, trimakasih.