Mencumbu Istri
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum
Assalamu ‘alaikum
Ustadz, apa batasan bercumbu dengan istri ketika berpuasa?
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Boleh mencumbu istri ketika sedang puasa, dengan syarat aman dari keluar mani.
Di antara dalilnya:
Pertama, dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
كان رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وهُو صَائِمٌ وَيُباشِر وَهُو صَائِمٌ ولَكِنَّه كَان أَملَكَكُم لأَرَبِه
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium dan bercumbu dengan istrinya ketika puasa, namun beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Kedua, dalam riwayat yang lain, Aisyah juga mengatakan:
كان رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُني وهُو صَائِمٌ وأنا صائمة
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menciumku ketika beliau sedang berpuasa dan aku juga berpuasa.” (Abu Daud dengan sanad sesuai syarat Bukhari)
Ketiga, Dalam hadis Ummu Salamah juga menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenciumnya ketika beliau sedang puasa (HR. Bukhari)
Sementara syarat tidak boleh keluar mani adalah hadis yang menyebutkan keutamaan puasa. Dalam hadis tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sifat orang yang berpuasa, dia tinggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya, dalam hadis qudsi tersebut Allah berfirman:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ: فَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَّا الصِّيَامَ هُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، إِنَّهُ يَتْرُكُ الطَّعَامَ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي
“Semua amal Ibnu Adam itu miliknya, dan setiap ketaatan dilipatkan sepuluh kali sampai 700 kali. Kecuali puasa, yang itu milik-Ku dan aku sendirilah yang akan membalasnya. Dia tinggalkan makanan dan syahwatnya karena-Ku.” (HR. Ad-Darimi, At-Thabrani, Ibnu Khuzaimah, dll)
Allah sifati orang yang berpuasa adalah orang yang meninggalkan syahwatnya. Artinya jika dia sampai keluar mani ketika mencumbu istrinya maka dia telah menunaikan syahwatnya, sehingga puasanya batal.
Semakna dengan hadis ini adalah riwayat dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma bahwa Umar bin Khothab radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
هَشَشتُ يَوْمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ
“Suatu hari nafsuku bergejolak maka aku-pun mencium (istriku) padahal aku puasa, kemudian aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata: Aku telah melakukan perbuatan yang berbahaya pada hari ini, aku mencium sedangkan aku puasa. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتُ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ
“Apa pendapatmu kalau kamu berkumur dengan air padahal kamu puasa?” Aku jawab: Boleh. Kemudian Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Lalu kenapa mencium bisa membatalkan puasa?” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib Al Arnauth)
Dalam hadis Umar di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meng-qiyaskan (analogi) antara bercumbu dengan berkumur. Keduanya sama-sama rentan dengan pembatal puasa. Ketika berkumur, orang sangat dekat dengan menelan air. Namun selama dia tidak menelan air maka puasanya tidak batal. Sama halnya dengan bercumbu. Suami sangat dekat dengan keluarnya mani. Namun selama tidak keluar mani maka tidak batal puasanya.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Post a Comment
Silahkan komen atau saran dengan kebaikan budi serta keelokan bahasa, trimakasih.